JAKARTA – Perusahaan telekomunikasi Swedia, Ericsson, dikepung tuntutan hukum dari sekelompok pemegang saham yang merasa terpukul. Tuntutan ini senilai 1,8 miliar krona, setara dengan Rp2,5 triliun (dengan asumsi kurs Rp1.430 per krona).
Media Swedia Dagens Industri, pada hari Sabtu (5/8), mengungkapkan bahwa aktivitas CEO Ericsson di Irak telah menimbulkan gejolak yang signifikan dalam harga saham perusahaan. Ericsson beserta CEO-nya, Boerje Ekholm, tengah berada di bawah sorotan tajam sepanjang tahun ini terkait penanganan penyelidikan internal atas operasi perusahaan di Irak dan skandal yang mengaitkan pembayaran potensial kepada Negara Islam.
Menurut laporan Dagens Industri, sejumlah pemegang saham, yang mencakup entitas investasi dan dana pensiun, telah membawa kasus ini ke meja hijau pengadilan Swedia dalam tindakan terkoordinasi. Perusahaan tersebut menolak klaim dan menyatakan, “Ericsson membantah klaim tersebut secara keseluruhan dan bermaksud untuk membela diri sepenuhnya dalam masalah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam litigasi Swedia dan bertentangan dengan prinsip dasar hukum perusahaan Swedia,” melalui pernyataan yang disampaikan lewat surat elektronik.
Pengadilan Swedia, sampai berita ini diturunkan, belum memberikan respons terhadap permintaan komentar pasca jam kerja.
Dalam berita yang disampaikan Dagens Industri, terungkap bahwa 37 pemegang saham menuntut ganti rugi akibat penurunan drastis saham Ericsson sejak tanggal 16 Februari 2022. Penurunan ini bermula setelah surat kabar tersebut mempublikasikan pengungkapan CEO Ekholm dalam wawancara laporan internal tentang aktivitas perusahaan di Irak. Akibat berita tersebut, harga saham tergerus hingga separuh, mencapai 52,71 krona pada hari Jumat.
Sementara itu, pada Mei lalu, Nasdaq Stockholm mengakhiri peninjauan atas pengungkapan publik perusahaan terkait laporan tersebut. Hasilnya menyatakan bahwa “tidak dapat sampai pada kesimpulan bahwa isi laporan sedemikian rupa sehingga investor yang wajar akan menggunakan informasi tersebut sebagai bagian dari keputusan investasinya.” Penilaian ini menambah kerumitan dari situasi yang sedang dihadapi oleh Ericsson.