JAKARTA – Dengan alokasi anggaran siber sebesar Rp 7 triliun, Indonesia tampaknya masih menghadapi tantangan dalam mendistribusikan dana tersebut ke berbagai lembaga dan kementerian.
Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto, mengungkapkan bahwa anggaran tersebut diperuntukkan bagi BSSN, Kementerian Kominfo, TNI, Polri, serta intelijen.
Namun, ironisnya, BSSN yang memiliki peran krusial dalam bidang siber hanya mendapat alokasi sekitar Rp 700 miliar, jauh dari kebutuhan aktual sebesar Rp 3 triliun.
Berdasarkan apa yang kami kutip dari laman CNBC Indonesia, Dalam wawancara dengan program Profit CNBC Indonesia pada Jumat (11/8/2023), Andi menyoroti pentingnya memodernisasi pertahanan dengan mengadopsi teknologi terbaru.
Sebagai patokan, anggaran untuk modernisasi pertahanan idealnya mencapai 1-1,5% dari PDB, sementara untuk inovasi pertahanan bisa mencapai hingga 2% dari PDB. Dengan demikian, anggaran pertahanan yang dibutuhkan berkisar antara Rp 250-400 triliun.
Andi optimis bahwa dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil, Indonesia mampu mengalokasikan setidaknya 1% dari PDB untuk anggaran pertahanan. Namun, dia berharap tidak ada hambatan ekonomi besar seperti pandemi atau isu geopolitik seperti yang terjadi di Rusia dan Ukraina.
Mengenai posisi Indonesia dalam keamanan siber, Andi menyebut bahwa berdasarkan indeks yang ia miliki, Indonesia saat ini berada di peringkat 60-an. Namun, ada ambisi untuk meningkatkan peringkat tersebut ke posisi 40 pada tahun depan. “Dalam skala indeks, jika 1 adalah paling rendah dan 5 paling tinggi, kita saat ini berada di angka 2 dan berupaya menuju 3,” pungkas Andi.