JAKARTA – Indonesia, bersama dengan Malaysia, telah menjadi target utama bagi penjahat siber, menurut laporan terbaru 2023 dari Ensign Infosecurity. Tiga kelompok peretas terkemuka, Desorden, Dark Pink, dan Naikon, telah mengidentifikasi kedua negara ini sebagai target yang rentan.
Kemampuan mereka untuk beroperasi dalam bahasa Melayu membuat Indonesia dan Malaysia menjadi target yang menarik. Teo Xiang Zheng, Wakil Presiden Advisory, Consulting Ensign InfoSecurity, menjelaskan, “Kesamaan bahasa memudahkan kelompok-kelompok penjahat ini untuk menargetkan kedua negara tersebut.”
Kelompok Desorden terutama dikenal karena motif finansial mereka, sedangkan Dark Pink, Lotus Blossom, dan Naikon dikaitkan dengan negara dan seringkali melakukan pencurian informasi atau sabotase sistem. Teknik-teknik yang digunakan oleh kelompok-kelompok ini sering melibatkan rekayasa sosial, seperti meniru aplikasi untuk menipu korban mereka.
Industri yang menjadi sasaran favorit termasuk sektor pemerintah, layanan keuangan, asuransi, dan komersial. Contoh khusus mencakup serangan Desorden terhadap bisnis kecil dan menengah, mengakibatkan kerugian data dan serangan ransomware.
Laporan juga menyoroti dua area kerentanan yang sering dieksploitasi di Indonesia, termasuk satu yang berasal dari tahun 2006 dan satu lagi dari tahun 2017. “Ini mengindikasikan bahwa tingkat keamanan dunia maya di Indonesia lebih rendah daripada area yang lebih matang,” ungkap Ensign.
Data tambahan dari Kaspersky, perusahaan global cybersecurity, menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami sekitar 7 juta serangan siber pada kuartal kedua 2023. Meskipun angka ini sangat besar, ada penurunan 30% dalam upaya serangan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, ada peningkatan sebesar 1% dibandingkan periode Januari hingga Maret tahun ini.
Serangan lokal juga menurun, dengan 28,3% pengguna di Indonesia menjadi target ancaman lokal dari April hingga Juni 2023. Indonesia saat ini berada di posisi ke-66 dalam jumlah serangan siber secara global, sebuah penurunan sebesar 3,83% dibandingkan tahun lalu.
Laporan ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan upaya keamanan di Indonesia, dengan perhatian khusus pada penambalan kerentanan dan mengantisipasi serangan dari kelompok peretas yang spesifik.