JAKARTA – Pada awal pekan ini, Senin (21/8/2023), mata uang rupiah terpantau melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sejalan dengan tren mayoritas mata uang Asia. Data dari Bloomberg menunjukkan bahwa rupiah melemah 0,13 persen atau 20 poin ke level Rp15.310 per dolar AS pada pukul 09.00 WIB. Sementara itu, indeks dolar AS tercatat menguat 0,08 persen ke posisi 103,362.
Mata uang Asia lainnya juga mengalami pelemahan, termasuk yen Jepang yang turun 0,09 persen, dolar Hong Kong yang melemah 0,02 persen, dolar Singapura yang turun 0,07 persen, dolar Taiwan yang melemah 0,13 persen, won Korea yang turun 0,29 persen, peso Filipina yang melemah 0,15 persen, yuan China yang turun 0,30 persen, dan ringgit Malaysia yang melemah 0,11 persen. Hanya mata uang bath Thailand yang berhasil menguat sebesar 0,20 persen terhadap dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memproyeksikan bahwa mata uang rupiah akan berfluktuasi namun ditutup menguat di kisaran Rp15.240 hingga Rp15.350. Proyeksi ini didasarkan pada keyakinan pasar terhadap sikap hawkish The Fed setelah risalah pertemuan Juli Fed menunjukkan bahwa sebagian besar pembuat kebijakan mendukung kenaikan suku bunga untuk mengekang inflasi yang kaku. Data tenaga kerja AS yang baru dirilis akhir pekan lalu juga menjadi faktor pendorong.
Data terbaru menunjukkan bahwa inflasi AS naik pada bulan Juli. Kenaikan suku bunga AS, atau bahkan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, menjadi pertanda buruk bagi pasar Asia, karena kesenjangan antara imbal hasil berisiko dan berisiko rendah menyempit. Benchmark imbal hasil Treasury AS diperdagangkan mendekati level tertinggi sejak krisis keuangan 2008.
Dalam konteks global, Bank Sentral Eropa diperkirakan akan menghentikan kampanye kenaikan suku bunga lebih dari setahun pada bulan September, setelah petunjuk dari Presiden Christine Lagarde, demikian disampaikan dalam riset harian yang dikutip pada Senin (21/8/2023).
Sementara itu, dalam rangka penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024 beserta Nota Keuangan, Presiden Joko Widodo memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 5,2 persen. Namun, proyeksi ini bertentangan dengan perkiraan berbagai lembaga internasional yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 hanya akan mencapai level 5 persen.