JAKARTA – WeWork, perusahaan penyedia ruang kerja bersama yang pernah menyandang gelar startup unicorn dengan valuasi tertinggi di dunia, kini berada di ambang kebangkrutan. Dalam pengumuman resminya, perusahaan ini mengungkapkan bahwa arus kas negatif membuat keberlanjutan perusahaannya dipertanyakan.
Dahulu, perusahaan ini dihargai senilai US$ 40 miliar oleh Softbank, investor startup ternama dan pemegang saham di GoTo dan Grab. Namun, setelah beroperasi selama empat tahun sebagai perusahaan publik, WeWork menghadapi kerugian yang terus meningkat dan arus kas negatif yang memberatkan.
“Kerugian dan arus kas negatif dari aktivitas operasional menimbulkan keraguan substansial atas kemampuan kami untuk berlanjut,” ujar WeWork dalam keterangan resminya pada Selasa (15/8/2023).
Kendala yang dihadapi oleh WeWork telah lama menghantui perusahaan ini. Namun, berita terbaru tentang kondisi perusahaan ini cukup mengagetkan pasar, mengingat namanya tertera di gedung-gedung pencakar langit di kota besar di seluruh dunia. Pandemi COVID-19 disebut-sebut sebagai faktor utama yang mempengaruhi kondisi keuangan WeWork yang kini berdarah-darah. Banyak perusahaan penyewa ruang WeWork yang menyetop sewa karena menerapkan kebijakan kerja dari rumah dan belum kembali setelah pandemi berakhir, terimbas perlambatan laju pertumbuhan ekonomi.
WeWork terus berjuang mengatasi utang yang menumpuk dengan arus kas yang terbatas. “Jika kami gagal memperbaiki likuiditas dan profitabilitas operasi kami, kami harus mempertimbangkan strategi alternatif, termasuk restrukturisasi atau refinancing utang, mencari utang tambahan atau pendanaan baru, mengurangi aktivitas bisnis atau menjual aset, dan langkah strategis lain termasuk cara yang tersedia dalam regulasi bangkrut AS,” ungkap WeWork.
Kini, saham WeWork anjlok ke harga di bawah US$ 1 untuk pertama kalinya sejak pertengahan Maret, dengan kapitalisasi pasar yang merosot di bawah US$ 500 juta. Selama semester pertama tahun 2023, WeWork mencatat kerugian bersih sebesar US$ 700 juta, setelah mengalami kerugian sebesar US$ 2,3 miliar pada tahun 2022. Pada 30 Juni, WeWork memiliki uang tunai dan aset setara kas senilai US$ 205 juta, dan likuiditas US$ 680 juta, dengan utang jangka panjang senilai US$ 2,91 miliar.
Pertama kali menerbitkan prospektus pada Agustus 2019, WeWork sempat menjadi bahan pembicaraan karena pengeluaran yang tinggi dan hubungan bisnis yang tidak lazim antara pendirinya, Adam Neumann, dan perusahaan tersebut. Rencana IPO tersebut gagal, dan Softbank mengambil alih kendali mayoritas di WeWork dalam kesepakatan senilai US$ 5 miliar. Neumann kemudian diberhentikan dari perusahaan.
WeWork akhirnya berhasil masuk bursa melalui merger dengan perusahaan cangkang berbentuk SPAC. Faktor utama yang akan menentukan kelangsungan WeWork adalah pengelolaan capex yang terbatas, kemampuan untuk meningkatkan pendapatan, serta kemampuan perusahaan untuk mencari modal tambahan melalui utang atau penerbitan saham baru. Namun, masalah terus menumpuk di WeWork. Tiga anggota dewan komisaris WeWork baru saja mengundurkan diri karena “perbedaan pendapat terkait pengawasan dan strategi perusahaan.” Selain itu, WeWork saat ini tidak memiliki CEO permanen. CEO Sandeep Mathrani telah menyatakan akan hengkang, namun penggantinya belum diumumkan.