Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menginstruksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, untuk melakukan evaluasi biaya-biaya produksi gas bumi. Tujuan dari evaluasi ini adalah agar harga jual gas bumi ke industri menjadi lebih kompetitif, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN.
Dalam rapat tersebut, Menteri Arifin menyampaikan bahwa tim antar kementerian akan mengevaluasi biaya-biaya yang diperlukan untuk memproduksi gas bumi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa harga gas bumi yang ditawarkan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk produksi tersebut.
Presiden Jokowi dan jajaran menteri juga membahas strategi besar (grand strategy) terkait eksplorasi dan eksploitasi gas bumi. Evaluasi biaya produksi gas ini diharapkan dapat membuat struktur ekonomi Indonesia di sektor minyak dan gas lebih kompetitif dibandingkan negara lain, terutama karena produksi minyak dan gas bumi Indonesia juga diekspor ke mancanegara.
Arifin Tasrif menegaskan bahwa pemanfaatan gas bumi akan tetap diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri. Meski begitu, pemerintah tidak akan melarang ekspor gas bumi, karena jika terdapat hasil produksi gas bumi yang berlebih, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan negara.
Data dari Neraca Gas Indonesia 2022-2030 menunjukkan bahwa produksi gas bumi dalam negeri diprediksi dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Bahkan, dalam 10 tahun ke depan, diperkirakan Indonesia akan mengalami surplus gas bumi hingga 1.715 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Sebagai salah satu produsen gas bumi dunia, Indonesia memiliki potensi besar dengan cadangan terbukti tahun 2021 mencapai sekitar 41,62 triliun kaki kubik (trillion cubic feet/ TCF) dan cadangan potensial 18,99 TCF.
Evaluasi biaya produksi gas bumi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi industri dalam negeri dan mengoptimalkan potensi sektor energi di Indonesia.