JAKARTA – Dalam respons terhadap narasi yang beredar di dunia maya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) membantah klaim potensi kerugian negara akibat legalisasi 3,3 juta hektare kebun sawit di kawasan hutan. Sebagian besar lahan tersebut dikuasai oleh korporasi. Kebijakan legalisasi ini mendapat dukungan dari pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, menegaskan bahwa narasi mengenai pemutihan lahan sawit dan potensi kerugian negara adalah kesalahan interpretasi. Dia menekankan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) telah ada sejak era Soeharto.
Eddy menjelaskan, “Bukan pemutihan 3,3 juta hektare, melainkan HGU tersebut yang dimasukkan ke kawasan hutan.” Dia menambahkan bahwa pemutihan tidak akan merugikan negara karena HGU dapat meningkatkan produktivitas sawit.
Isu tumpang tindih lahan kawasan hutan dan perkebunan sawit telah menjadi perdebatan panjang di Indonesia. Sebagai respons, pemerintah Indonesia membentuk Satgas sawit pada Juni 2023 untuk menyelesaikan konflik ini.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman & Investasi, Luhut B. Pandjaitan, menyatakan bahwa Satgas Sawit akan fokus pada pembenahan tata kelola dan meningkatkan pendapatan negara dari industri sawit. Pemerintah saat ini sedang mendata komposisi kepemilikan kebun sawit di kawasan hutan.
Luhut menambahkan, “Dengan legalisasi kebun sawit di kawasan hutan, pemerintah dapat mengatur industri sawit dengan lebih transparan.”