JAKARTA – Pasar surat berharga negara (SBN) di tahun 2024 diperkirakan akan tetap kondusif, meskipun dihantui oleh ketidakpastian yang disebabkan oleh pergantian pemerintahan dan kondisi tingkat suku bunga. Pemerintah memperkirakan pembiayaan utang melalui SBN akan mencapai Rp666,44 triliun pada 2024, naik 83,6 persen dibandingkan dengan outlook APBN 2023 yang sebesar Rp362,93 triliun.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, mengatakan bahwa kenaikan yang signifikan ini tidak terlepas dari realisasi defisit anggaran yang jauh di bawah target. Pada semester I/2023, posisi APBN surplus Rp152,3 triliun atau defisit 0,71 persen dari produk domestik bruto (PDB), jauh di bawah target defisit sebesar 2,84 persen terhadap PDB yang ditetapkan pemerintah.
“Rencana penerbitan SBN masih relatif kondusif untuk pasar domestik. Namun, kondisi eksternal seperti normalisasi kebijakan The Fed dan kondisi geopolitik yang mempengaruhi fluktuasi harga komoditas, terutama harga minyak, menjadi perhatian pasar,” kata David.
Target defisit anggaran 2024 dalam RAPBN dipatok di 2,29 persen, lebih rendah dari target 2023. Namun, secara nilai, terdapat kenaikan dari Rp486,4 triliun menjadi Rp522,8 triliun.
Fikri C. Permana, Ekonom KB Valbury Sekuritas, mengatakan bahwa kenaikan nilai defisit anggaran mengindikasikan kenaikan pasokan di pasar surat utang negara. Kenaikan pasokan juga berpotensi terjadi di level global, mengingat adanya fenomena bond tsunami di Amerika Serikat.
“Jadi akan ada perebutan dana yang cukup kompetitif. Dilihat dari estimasi yield SBN di 6,49 persen, ini menjadi pertimbangan karena pasokan lebih besar,” kata Fikri.
Namun, Fikri juga memberi catatan bahwa kondisi pasar obligasi negara tahun depan masih diselimuti ketidakpastian karena pergantian kepemimpinan yang dihadapi Indonesia. Ada juga dinamika serapan pasar yang dipengaruhi oleh arah kebijakan suku bunga bank sentral.
“Permintaan domestik masih cukup baik, terlihat tahun ini dari asuransi, dana pensiun, dan perbankan. Namun, 2024 masih diselimuti ketidakpastian, terlebih jika ada kebijakan pivot dari suku bunga The Fed, saya kira akan ada perubahan arus likuiditas,” katanya.