JAKARTA – Harga emas berjangka mengalami penurunan yang signifikan pada akhir perdagangan Kamis (17/8/2023), mencatat pelemahan selama sembilan sesi berturut-turut, yang merupakan penurunan harian terpanjang sejak tahun 2017. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan penguatan dolar AS.
Kontrak emas yang paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi Comex New York Exchange mengalami penurunan sebesar 13,10 dolar AS atau 0,68 persen, ditutup pada 1.915,20 dolar AS per ounce. Selama sesi tersebut, emas sempat menyentuh level tertinggi di 1.933,50 dolar AS dan terendah di 1.914,20 dolar AS.
“Kerugian emas baru-baru ini memiliki korelasi langsung dengan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah jangka panjang,” ujar Michael Armbruster, mitra pengelola di Altavest, seperti yang dikutip oleh Antara.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun mencapai level di atas 4,3 persen, yang merupakan level tertinggi sejak krisis keuangan global pada tahun 2008. Sementara itu, Indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya, sedikit turun menjadi 103,39 pada transaksi Kamis, tetapi naik 0,5 persen selama minggu ini.
Komentar hawkish yang termuat dalam risalah pertemuan kebijakan Juli Federal Reserve yang dirilis pada Rabu (16/8/2023) telah mendorong imbal hasil obligasi global ke level tertinggi dalam 15 tahun, menurut Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.
Data ekonomi yang dirilis Kamis (17/8/2023) juga mengurangi daya tarik emas. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa klaim awal AS untuk tunjangan pengangguran turun 11.000 menjadi 239.000, disesuaikan secara musiman, untuk pekan yang berakhir 12 Agustus. Para ekonom memperkirakan 240.000 klaim untuk pekan terakhir.
Indeks manufaktur Fed Philadelphia naik menjadi 12 pada Agustus dari negatif 13,5 pada Juli. Setiap bacaan di atas nol menunjukkan aktivitas yang berkembang. Ini adalah pembacaan positif pertama setelah 11 bulan kontraksi berturut-turut.
Tim Monex Investindo Futures menyatakan bahwa rilis FOMC meeting minutes atau notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS, yang dikenal dengan The Fed, masih mempengaruhi pergerakan emas. Dalam notula tersebut, mayoritas anggota The Fed melihat risiko inflasi bisa kembali naik dan mengindikasikan perlunya kembali menaikkan suku bunga.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat The Fed tetap tidak akan menaikkan suku bunga lagi alias sudah mencapai terminal rate. “The Fed masih akan melakukan rapat kebijakan moneter pada September, November dan Desember. Dari ketiga rapat tersebut, probabilitas suku bunga di tetap di 5,25% – 5,5% masih menjadi yang paling besar,” papar Monex dalam risetnya.
Pada September, probabilitas suku bunga tidak naik sebesar 86,5%, pada November 59,5% dan Desember 57,6%. Sebaliknya, probabilitas suku bunga dinaikkan 25 basis poin pada September hanya sebesar 13,5%, pada November sebesar 36,3% dan Desember 33,6%.
Tidak berubahnya probabilitas tersebut disebabkan oleh dua anggota yang memilih untuk tidak menaikkan suku bunga pada Juli lalu, dan kemungkinan akan mempertahankan sikap tersebut pada rapat kebijakan moneter bulan depan.
Selain itu, Gubernur The Fed, Jerome Powell, sebelumnya juga menyatakan bahwa kebijakan yang diambil selanjutnya akan tergantung pada data ekonomi AS. Sejauh ini, ekonomi AS menunjukkan hasil yang bercampur, tetapi pasar tenaga kerja mulai melemah, dan inflasi dalam tren menurun.
Sementara itu, logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman September naik 18 sen atau 0,80 persen, menjadi ditutup pada 22,715 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Oktober naik 4,30 dolar AS atau 0,48 persen, menjadi menetap pada 895,60 dolar AS per ounce.