Jakarta – Pada hari Kamis (3/8/2023), Kerajaan Saudi mengambil langkah tegas dengan meneruskan pemangkasan produksi minyak secara sepihak sebanyak 1 juta barel setiap hari sampai penutupan bulan September. Diharapkan, tindakan ini akan mengerek angka penjualan minyak, sumber pendapatan dominan negara tersebut.
Sebelumnya, tindakan serupa telah dilakukan Saudi pada bulan Juli. Riyadh mengambil langkah tersebut berdasarkan kesepakatan anggota OPEC+ untuk melanjutkan pemotongan produksi hingga tahun mendatang.
Saudi Press Agency mengumumkan berita terbaru ini dalam sebuah pernyataan resmi. Seorang pejabat tinggi di Kementerian Energi Saudi menyatakan bahwa pemangkasan produksi bisa saja “dilanjutkan atau diperdalam” jika diperlukan.
“Potongan sukarela ekstra ini dilakukan untuk menegaskan upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh negara-negara OPEC+ dengan tujuan mendorong kestabilan dan keseimbangan di pasar minyak,” demikian pernyataan pejabat tersebut, seperti dilaporkan oleh Associated Press.
Langkah ini telah diramalkan oleh berbagai analis pasar. Di hari Kamis, minyak mentah Brent diperdagangkan di atas tanda US$ 80 per barel.
Meski ada rangkaian pemangkasan produksi sepanjang tahun terakhir, ini tak cukup mendorong harga minyak di tengah permintaan yang semakin menurun dari China dan kebijakan moneter ketat dari negara maju yang bertujuan untuk memerangi inflasi. Sebagian besar waktu, Brent bergerak di kisaran harga antara US$ 75 dan US$ 85 per barel sejak bulan Oktober tahun lalu.
Saudi sangat berkeinginan untuk mendongkrak harga minyak sebagai bagian dari upaya mendanai Visi 2030, sebuah rencana ambisius untuk merombak struktur ekonomi kerajaan, mengurangi ketergantungan mereka terhadap minyak dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk generasi muda.
Rencana tersebut mencakup sejumlah proyek infrastruktur skala besar, termasuk pembangunan kota masa depan senilai US$ 500 miliar yang disebut NEOM.
Harga minyak yang lebih tinggi juga akan mendukung Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam mendanai konfliknya di Ukraina dengan menjual minyak ke China dan India. Rusia diketahui tengah menerima sanksi pembatasan harga dari negara-negara Barat akibat serangan mereka terhadap Ukraina.