Harga minyak mengalami pergerakan yang tipis pada pembukaan perdagangan Kamis (27/7/2023) setelah mengalami penurunan 1% pada perdagangan sebelumnya, dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS). Minyak mentah WTI dibuka menguat 0,15% menjadi US$78,9 per barel, sedangkan minyak mentah Brent juga naik tipis 0,01% ke posisi US$82,93 per barel.
Pada perdagangan Rabu (26/7/2023), harga minyak WTI ditutup dengan penurunan sebesar 1,07% ke posisi US$78,78 per barel, sementara harga minyak Brent juga turun 0,86% ke posisi US$82,92 per barel.
Penurunan harga minyak sekitar 1% pada hari Rabu disebabkan oleh data yang menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun lebih rendah dari yang diharapkan, serta kenaikan suku bunga The Federal Reserve AS sebesar seperempat poin persentase.
Kenaikan suku bunga tersebut merupakan yang kesebelas dari The Fed dalam 12 pertemuan terakhirnya, dengan suku bunga acuan yang kini berada di kisaran 5,25%-5,50%. Pernyataan kebijakan The Fed juga mengisyaratkan kemungkinan adanya kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Dampak suku bunga yang lebih tinggi dapat meningkatkan biaya pinjaman bagi bisnis dan konsumen, sehingga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan permintaan minyak.
Sementara itu, data dari Administrasi Informasi Energi menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS turun sebanyak 600.000 barel pekan lalu, angka yang lebih rendah dari perkiraan penarikan sebesar 2,35 juta barel. Namun, data dari kelompok industri American Petroleum Institute menunjukkan kenaikan sebesar 1,32 juta barel.
Selain itu, stok bensin dan solar juga mengalami penurunan lebih kecil dari yang diperkirakan, menurut data EIA.
Meskipun harga minyak telah mengalami kenaikan selama empat minggu berturut-turut, didukung oleh tanda-tanda pengetatan pasokan, sebagian besar terkait dengan pengurangan produksi dari Arab Saudi dan Rusia, serta janji otoritas China untuk menopang ekonomi terbesar kedua di dunia.
Namun, pasar juga mengharapkan bahwa Arab Saudi akan melanjutkan pengurangan produksi pada Agustus hingga September. Meskipun demikian, sumber yang dikutip oleh Reuters menyatakan bahwa Rusia diperkirakan akan secara signifikan meningkatkan pemuatan minyak pada bulan September, mengakhiri pemotongan ekspor yang telah dilakukan sebelumnya.